Sunday 25 July 2010

Sepucuk surat dari seorang Ayah

Aku tuliskan surat ini atas nama rindu yang besarnya Allah yang tahu. Sebelum kulanjutkan,
bacalah surat ini sebagai surat seorang laki-laki kepada seorang laki-laki, seorang ayah pada seorang anak.
Nak, menjadi Ayah itu indah dan mulia.

Besar kecemasanku saat menanti kelahiranmu dulu,
belumlah hilang hingga saat ini.
Kecemasan yang indah karena didasari oleh sebuah cinta.
Sebuah cinta yang telah terasakan bahkan ketika yang dicintai belum sekalipun ku temui.

Nak, menjadi ayah itu mulia.
Bacalah sejarah Nabi-Nabi dan Rasul
Dan temukanlah betapa nasehat yang terbaik itu dicatat dari dialog seorang ayah dengan anak-anaknya.
Meskipun demikian, ketahuilah Nak
Menjadi ayah itu berat dan sulit.

Tapi ku akui , betapa sepanjang masa kehadiranmu di sisiku,
aku seperti menemui keberadaanmu,
makna keberadaanmu adalah salah satu masa terindah
dan paling aku banggakan di depan siapapun.

Bahkan di hadapan Allah,
ketika aku duduk berduaan berhadapan dengan-Nya,
hingga saat usia senjaku ini.
Nak, saat pertama engkau hadir,
ku cium dan kupeluk engkau
sebagai buah cintaku dan Ibumu.

Sebagai bukti, bahwa aku dan Ibumu tak lagi terpisahkan oleh apapun jua.
Tapi seiring waktu,
ketika engkau suatu kali telah mampu berkata ”TIDAK”
timbul kesadaranku siapa engkau sesungguhnya.
Engkau bukan milikku, atau milik Ibumu Nak,
Engkau lahir bukan karena cintaku dan cinta ibumu.
Engkau adalah milik Allah.


Tak ada hakku menuntut pengabdian darimu.
Karena pengabdianmu semata-mata seharusnya hanya untuk Allah.
Nak, sedih, pedih dan terhempaskan rasanya
kala menyadari siapa sebenarnya aku dan siapa engkau.
Dan dalam waktu panjang dimalam-malam sepi,
kusesali kesalahanku itu sepenuh-penuh air mata di hadapan Allah. Syukurlah,penyesalan itu mencerahkanku.


Sejak saat itu nak ..
satu-satunya usahaku adalah mendekatkanmu kepada pemilikmu.
Melakukan segala sesuatu karena-NYa,
bukan karena kau, aku dan ibumu.
Tugasku bukan membuatmu dikagumi orang lain,
tapi agar engkau dikagumi dan dicintai Allah.
Inilah usaha terberatku Nak,
karena artinya aku harus lebih dulu memberi contoh kepadamu
dekat dengan Allah.
Keinginanku harus lebih dahulu sesuai dengan keinginan Allah.
Agar perjalananmu mendekati-Nya tak lagi terlalu sulit.
Kemudian, kitapun memulai perjalanan itu berdua,
tak pernah engkau kuhindarkan dari kerikil tajam dan lumpur hitam.


Aku Cuma menggenggam jemarimu dan merapatkan jiwa kita satu sama lain, agar dapat kau rasakan perjalanan ruhaniah yang sebenarnya.
Saat engkau mengeluh letih berjalan,
kukuatkan engkau karena kita memang tak boleh berhenti.


Perjalanan mengenal Allah tak kenal letih dan berhenti, Nak.
Berhenti berarti mati,
inilah kata-kataku tiap kali memeluk dan menghapus air matamu,
ketika engkau hampir putus asa.


Akhirnya Nak,kalau nanti, ketika semua manusia dikumpulkan di hadapan Allah,
aku dapati jarakku amat jauh dari-NYa, aku akan ikhlas.
Karena seperti itulah aku di dunia.Tapi, kalau boleh aku berharap,
aku ingin saat itu aku melihatmu dekat dengan Allah.


Aku akan bangga nak,Karena itulah bukti bahwa semua titipan
bisa kita kembalikan kepada pemilikNya.
Dari Ayah yang selalu merindukanmu ...


Kiriman dari : Yuriadi Sulastomo

No comments:

Post a Comment